Minggu, 13 Desember 2015

Pemukiman padat, tidak hanya merapatkan rumahnya tapi merapatkan silaturahimnya

Hujan rintik minggu sore membuat semakin sepi suatu daerah di bilangan Jakarta. Terbalik dengan hari kerja yang biasanya ramai dengan macet yang bertumpuk.

Ruang dokter jaga yang tertutup dan tersudut ngebuat orang yang menghuni didalamnya ga sadar pagi, siang, malam, hujan ataupun cerah. Ga ada pasien~~.

Mendekati maghrib, seorang laki-laki datang meminta kesedian saya yang sedang dapat jatah dokter jaga sore itu untuk home visit ke rumah saudaranya. Muntah darah keluhan utamanya.
"dokter sedang hujan sekarang, gapapa dok?" tanya perawat yang bekerja sama dengan saya.
"saya akan antar balik kesini lagi dok.." keluarga pasien saya menyarankan. Karena saya mengiyakan perawat yang bekerja sama dengan saya segera membantu saya menyiapkan alat yang dibawa juga memberikan payung.
Alhasil, dengan bermotor-motor ria di kala hujan. Melewati jalan yang cukup besar dan berbelok. Cukup jauh juga dalam hati.
Masuk kami ke sebuah jalan, yang makin ke dalam makin menyempit, sangat padat penduduk. Sampai mikirnya makin banyak penduduk di daerah sini, jalannya makin diperkecil.
"Daerah sini sering kebanjiran dok, Makanya rumah disini ditinggiin, karena Kalau enga, pas banjir bisa tenggelam" keluarga pasien bercerita selain bercerita tentang sakit keluarganya yang akan kami kunjungi.
"bisa bisa tinggal gentengnya aja yang keliatan ya pak? Hehe Tapi rasanya jalannya agak nanjak pak kok bisa banjir?" jawab saya sambil bercanda.
Tak Berapa lama kami melewati suatu jalan yang memang tepat berada di tepi sungai cukup besar dan airnya pun sudah meluap siap membanjiri kembali daerah ini Apalagi sedang musim hujan. Kenapa mau tetep Tinggal disini Kalau banjir setinggi itu pikir saya. Yaah Walaupun saya sudah bisa juga menjawabnya. Ekonomi dan Tanah yang sudah semakin mengerdil sementara harus tetap bertahan di ibu kota.

Beberapa kali bapak yang menjemput saya ini menyapa orang-orang disana. Semakin ke dalam aduuh ini jalan makin kecil, rumah pun makin padat, dan sangat rapat. Teringat obrolan bersama senior yang sedang mengambil residensi mengenai suaminya yang setiap hari mendatangi dari satu rumah ke rumah lain mengecek pasiennya di daerah pedalaman. Udah bisa nyaingin dinas sosial Canda senior saya. Yaah itu memang pedalaman dan hei ini ibu kota. Saya merasa seperti sedang pengabdian masyarakat yang berkunjung ke daerah-daerah terpencil. Begitu menikmati setiap orang orang yang menyapa ramah penuh keakraban. Diantara hujan mendung.
Berhenti di depan sebuah rumah, saya turun dari motor, saya kira sudah sampai, ternyata.. Masih Ada gang lagi di depan rumah tersebut. Kami masuk ke gang tersebut yang sudah cukup ramai warga, "dokter sudah datang" ramai orang-orang. Saya masuk ke rumah paling ujung, waahh lebih ramai lagi. Semua orang mengelilingi, seorang wanita yang masih cukup muda, usia produktif. Saya sempet berfikir pasien saya adalah seorang yang sudah cukup berumur. Ternyata tidak. Wanita ini masih sangat muda. Saya taksir baru masuk usia 30 thn. Ya sesuai dengan fikiran saya, ini kmungkinan besar pecah varises esofagus (Mungkin saya akan bahas di tulisan lain mengenai hal ini). Sudah muntah darah sejak siang tadi.
Saya mencoba memeriksa vital sign. Tidak teraba. Tekanan darahnya pun sudah pulse. Nadi pun tidak teraba. Saya langsung katakan ini keadaan gawat darurat dan harus segera dirujuk ke rumah sakit yang lebih tersedia fasilitas kesehatannya. Saya meminta keluarga untuk segera mencari Mobil untuk mengantarkan. Ramai mereka mencari. Saling membahu membantu keluarga ini. Dengan berbekal tandu yang dipinjam dari mushola dekat sana, semua tetangga yang laki-laki diminta bantuan untuk mengangkut. Lumayan jauh keluar untuk mendapatkan kendaraan Roda empat, Roda dua saja susah masuk. Rombongan berjalan meninggalkan rumah ke Jalan lebih lebar  mencari kendaraan Roda 4 (baca: taksi). Tetangga membantu mengantarkan anggota keluarga pasien dengan kendaraan Roda 2.
Setelah itu saya bersiap pulang ke klinik. Berjalan ke depan, bapak yang menjemput saya tadi meminta izin mencari motor lain di tetangga. Motor yang berbeda dengan yang tadi. "maaf ya dok, nunggu dulu agak lama tadi".  Saya tersenyum mengiyakan.
"bu saya antar dokter dulu ya" Sapa si bapak ke tetangga yang sempet saya temui di rumah pasien saya.
"disini emang biasa saling minjem dok.. Udah kaya saudara" cerita si bapak keluarga pasien.

Begitulah rumah yang rapat ini membuat rapat tali silaturahim di daerah ini, saling tahu, saling bantu.
Padahal masih juga ditemukan tetangga yang ga saling kenal dengan rumah sebelahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Minggu, 13 Desember 2015

Pemukiman padat, tidak hanya merapatkan rumahnya tapi merapatkan silaturahimnya

Hujan rintik minggu sore membuat semakin sepi suatu daerah di bilangan Jakarta. Terbalik dengan hari kerja yang biasanya ramai dengan macet yang bertumpuk.

Ruang dokter jaga yang tertutup dan tersudut ngebuat orang yang menghuni didalamnya ga sadar pagi, siang, malam, hujan ataupun cerah. Ga ada pasien~~.

Mendekati maghrib, seorang laki-laki datang meminta kesedian saya yang sedang dapat jatah dokter jaga sore itu untuk home visit ke rumah saudaranya. Muntah darah keluhan utamanya.
"dokter sedang hujan sekarang, gapapa dok?" tanya perawat yang bekerja sama dengan saya.
"saya akan antar balik kesini lagi dok.." keluarga pasien saya menyarankan. Karena saya mengiyakan perawat yang bekerja sama dengan saya segera membantu saya menyiapkan alat yang dibawa juga memberikan payung.
Alhasil, dengan bermotor-motor ria di kala hujan. Melewati jalan yang cukup besar dan berbelok. Cukup jauh juga dalam hati.
Masuk kami ke sebuah jalan, yang makin ke dalam makin menyempit, sangat padat penduduk. Sampai mikirnya makin banyak penduduk di daerah sini, jalannya makin diperkecil.
"Daerah sini sering kebanjiran dok, Makanya rumah disini ditinggiin, karena Kalau enga, pas banjir bisa tenggelam" keluarga pasien bercerita selain bercerita tentang sakit keluarganya yang akan kami kunjungi.
"bisa bisa tinggal gentengnya aja yang keliatan ya pak? Hehe Tapi rasanya jalannya agak nanjak pak kok bisa banjir?" jawab saya sambil bercanda.
Tak Berapa lama kami melewati suatu jalan yang memang tepat berada di tepi sungai cukup besar dan airnya pun sudah meluap siap membanjiri kembali daerah ini Apalagi sedang musim hujan. Kenapa mau tetep Tinggal disini Kalau banjir setinggi itu pikir saya. Yaah Walaupun saya sudah bisa juga menjawabnya. Ekonomi dan Tanah yang sudah semakin mengerdil sementara harus tetap bertahan di ibu kota.

Beberapa kali bapak yang menjemput saya ini menyapa orang-orang disana. Semakin ke dalam aduuh ini jalan makin kecil, rumah pun makin padat, dan sangat rapat. Teringat obrolan bersama senior yang sedang mengambil residensi mengenai suaminya yang setiap hari mendatangi dari satu rumah ke rumah lain mengecek pasiennya di daerah pedalaman. Udah bisa nyaingin dinas sosial Canda senior saya. Yaah itu memang pedalaman dan hei ini ibu kota. Saya merasa seperti sedang pengabdian masyarakat yang berkunjung ke daerah-daerah terpencil. Begitu menikmati setiap orang orang yang menyapa ramah penuh keakraban. Diantara hujan mendung.
Berhenti di depan sebuah rumah, saya turun dari motor, saya kira sudah sampai, ternyata.. Masih Ada gang lagi di depan rumah tersebut. Kami masuk ke gang tersebut yang sudah cukup ramai warga, "dokter sudah datang" ramai orang-orang. Saya masuk ke rumah paling ujung, waahh lebih ramai lagi. Semua orang mengelilingi, seorang wanita yang masih cukup muda, usia produktif. Saya sempet berfikir pasien saya adalah seorang yang sudah cukup berumur. Ternyata tidak. Wanita ini masih sangat muda. Saya taksir baru masuk usia 30 thn. Ya sesuai dengan fikiran saya, ini kmungkinan besar pecah varises esofagus (Mungkin saya akan bahas di tulisan lain mengenai hal ini). Sudah muntah darah sejak siang tadi.
Saya mencoba memeriksa vital sign. Tidak teraba. Tekanan darahnya pun sudah pulse. Nadi pun tidak teraba. Saya langsung katakan ini keadaan gawat darurat dan harus segera dirujuk ke rumah sakit yang lebih tersedia fasilitas kesehatannya. Saya meminta keluarga untuk segera mencari Mobil untuk mengantarkan. Ramai mereka mencari. Saling membahu membantu keluarga ini. Dengan berbekal tandu yang dipinjam dari mushola dekat sana, semua tetangga yang laki-laki diminta bantuan untuk mengangkut. Lumayan jauh keluar untuk mendapatkan kendaraan Roda empat, Roda dua saja susah masuk. Rombongan berjalan meninggalkan rumah ke Jalan lebih lebar  mencari kendaraan Roda 4 (baca: taksi). Tetangga membantu mengantarkan anggota keluarga pasien dengan kendaraan Roda 2.
Setelah itu saya bersiap pulang ke klinik. Berjalan ke depan, bapak yang menjemput saya tadi meminta izin mencari motor lain di tetangga. Motor yang berbeda dengan yang tadi. "maaf ya dok, nunggu dulu agak lama tadi".  Saya tersenyum mengiyakan.
"bu saya antar dokter dulu ya" Sapa si bapak ke tetangga yang sempet saya temui di rumah pasien saya.
"disini emang biasa saling minjem dok.. Udah kaya saudara" cerita si bapak keluarga pasien.

Begitulah rumah yang rapat ini membuat rapat tali silaturahim di daerah ini, saling tahu, saling bantu.
Padahal masih juga ditemukan tetangga yang ga saling kenal dengan rumah sebelahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar