Minggu, 06 Mei 2018

Untuk putra pertamaku, aid kecil

Kita bukan hanya pasangan tapi kini adalah orang tua
Tapi seringkali kita lupa akan makna dari titel orang tua yang kita emang
Ah, bukan kita tapi aku.
Kita masih bepergian seakan hanya berdua padahal kini kita bertiga.
Serasa masih berdua, seringkali diriku lalai menyiapkan pembekalan untuk kehadiran personil anggota keluarga kita.
Padahal bekal yang paling banyak adalah bekal untuk anggota baru kita ini, karena ia masih begitu sangat kecil.

Kitalah orang tua yang menyiapkan bekal terbaik untuk mereka.
Bentuk bekal bukan hanya untuk masa depan di dunia tapi juga bekal untuk akhiratnya.

Aku sering lupa menyiapkan pakaian ganti yang cukup untuknya, pelindung yang tebal untuknya, makanan yang bergizi untuknya..
Seringkali aku alpa, asal beli, asal kasih.
Ah terlebih lagi, tersering tujuan aku bukan karena Allah memberikan yang terbaik untuk anakku. Hanya untuk pujian manusia. Ah, betapa aku masih lemah sbg orang tua yang baik untukmu nak.

Untuk putra pertamaku di usiamu yang ke 9 bulan 7 hari.
Maafkan belum bisa jadi ibu yang baik untukmu.

Kamis, 22 Maret 2018

Smart Parents: Menyayangi Anak Sepenuh Hati

Penulis: Ida Nur Laila
Penerbit: Era Adicitra Intermedia
Tahun: 2016
Halaman: 188

Setiap orang tua ketika ditanya, sayangkah mereka kepada anaknya? Pasti semua akan menjawab sangat sayang. Namun, kenyataannya banyak orang tua yang salah mewujudkan bentuk kasih sayangnya kepada anak.

Bertanya-tanyalah kita dalam hati, apakah kita termasuk orang tua yang salah mewujudkan bentuk kasih sayang kita ke anak?

Di awal buku ini, kita diminta membayangkan jika kita berada di dunia raksasa atau memposisikan diri berjongkok diantara orang-orang yang sedang bejalan, bagaimana rasanya? Apa yang bisa kita lihat? Hanya punggung, perut atau bahkan hanya kaki yang terlihat. Bagaimana jika raksasa-raksasa itu tiba-tiba marah, menyeringai, membentak-bentak, membawa tongkat atau sapu?

Ya, tanpa sadar ketika diposisi orang tua, kita pernah melakukannya. Ketika anak di pagi hari tidak segera bangun, dimarahi. Setelah itu tidak segera shalat subuh, dimarahi. Tidak segera mandi atau mandi terlalu lama, dimarahi. Tidak mau menghabiskan sarapan, dimarahi. Lupa bikin PR, atau kaos kakinya cuma ketemu sebelah, dimarahi juga. Itu sudah lima kali memarahi baru di pagi hari. Apalagi ketika anak memecahkan atau merusak suatu barang kesayangan kita, tanpa sadar meledak amarah kita.

Ketika kesadaran hadir, kecerdasan apapun, intelektual, emosional, atau spritual, juga pasti hadir. Namun, ketika kita berada dalam posisi lelah, dalam kondisi banyak pikiran, banyak tekanan, seringkali membuat seseorang kehilangan kesadaran atau juga kehilangan kendali atas dirinya.
Dikutip dari buku ini mengenai upaya untuk tidak menjadi orang tua yang emosional, seorang teman berkomentar,
"Kalau pas inget, saya bisa menahan marah. Kalau pas nggak inget, ya marah lagi..."
Padahal sepertinya lebih banyak saat tidak ingat.

👪👪👪👪👪👪👪👪👪👪👪👪👪👪👪👪👪👪👪

Dikutip dari buku ini, beberapa prinsip dalam menyayangi anak:

1. Bunda, Sayangi Aku Apa Adanya.
Rahasia membentuk keutuhan pribadi seorang anak adalah 'penerimaan'. Orang tua harus menerima dan menyayangi anak tanpa memandang jenis kelamin dan wujud fisik sang anak.

2. Sajikan yang Terbaik
Ketika hendak bertemu orang penting, apa yang kita persiapkan untuk menemuinya? Jika kita menghadapi saat penting seperti presentasi bisnis, promosi jabatan, dan lain-lain, tentu kita menyiapkan terbaik dari diri kita.
Maka jadikanlah anak adalah hal terpenting dalam hidup. Tidak hanya sebatas materi.

3. Temani ia Bertumbuh dan Berkembang
Tumbuh dan berkembangnya membutuhkan urusan materi, ruhani, dan akal.
Contoh ketika kita menyiapkan makan, berdzikir dan berdoalah kita dengan penuh kegembiraan, cinta, dan pengharapan. Semoga Allah berkenan melunakkan hati anak kita untuk menyantap makanannya, dan menjadikan makanan tersebut makanan yang barakah untuk kesehatan dan amalannya.

👪👪👪👪👪👪👪👪👪👪👪👪👪👪👪👪👪👪👪

Lalu bagaimana caranya merealisasikan kasih sayang pada anak dengan bentuk yang menyenangkan? Karena tidak setiap orang tua dapat melakukannya begitu saja.

1. Anakku, Aku Temanmu!
Rasulullah mengatakan, "Barang siapa yang mempunyai anak, hendaklah ia bermain secara anak-anak dengannya."

2. Anak Belajar dari Sekolah Kehidupan
Anak belajar dari kehidupan sekitarnya, utamanya orang terdekatnya. Ada sifat imitatif (suka meniru) pada anak-anak yang bisa menjadi hal positif untuk mengembangkan keterampilannya.
"Ketika kita mengaku mencintai anak, jadikan suasana belajar bukan episode horor. Jadikan ia menjadi saat yang ditunggu-tunggu".

3. Belai Aku Bunda!
Sempatkan untuk menyentuh dan membelai anak setiap hari.

4. Berikan Arahan dan Nasihat.

5. Lakukan Dialog Hati.

6. Berikan selalu kata-kata terbaik

7. Menjadi teladan dan contoh yang baik

8. Berikan Hukuman Sayang
Di buku ini juga dibahas mengenai hukuman berbentuk kasih sayang. Kita seringkali mendengar hukuman malah menjadi trauma untuk anak. Jadi gimana baiknya memberi hukuman kepada anak?. Orang tua harus paham prinsip menghukum anak adalah sarana pendidikan bukan luapan kemarahan orang tua. Selain itu dijelaskan juga prinsip penting dalam pemberian hukuman pada anak, yaitu:
A. Menghukum sesuai tahapan usia anak
B. Menghukum sesuai bobot kesalahan
C. Tidak menghukum karena kesalahan anak lain
D. Aturan hukuman diterangkan pada anak
E. Menghukum tidak di depan orang lain

Minggu, 18 Maret 2018

Review Buku Rumah Main Anak

Judul Buku: Rumah Main Anak
Penulis : Julia Sarah Rangkuti
Tebal : 333 halaman

Dikutip dari Buku Rumah Main Anak, Ignacio Estrada mengatakan:

“If a child can’t learn the way we teach, maybe we shoud teach the way they learn“

Dan bagaimana cara anak-anak belajar? Ya, dengan bermain:)!

Ketika menjadi seorang ibu adalah sebuah fase hidup yang sangat berbeda, di fase kita sebagai ibu harus beradaptasi untuk diri sendiri namun kita harus segera berbuat untuk anak. Buku ini sangat membantu untuk para ibu menemani buah hatinya dalam setiap tahap perkembangannya karena dalam buku ini selain membahas ide-ide bermain bersama anak yang tentunya sebagai sarana stimulasi tumbuh kembang anak, terdapat juga tahapan perkembangan normal anak dari 0 bulan sampai 2 tahun.

Dalam setiap awal bab dibahas mengenai perkembangan normal tiap anak per 3 bulan, kemudian membahas permainan apa saja yang sudah dapat dilakukan oleh anak. Ide-ide permainannya sangat mudah diterapkan. Untuk bahan-bahan permainan merupakan bahan yang sudah tersedia di rumah, dan jikalau harus beli merupakan bahan yang mudah didapatkan. Cocok buat ibu-ibu yang ingin mencari ide kreatif bermain bersama anak namun ga pakai repot dan ga pakai mahal. Jika kita sudah membaca buku-buku montessori lainnya, jujur, beberapa bahan dasarnya membuat seorang ibu harus nambah daftar belanjaan dengan harga yang lumayan. Namun, jika belum kesampaian beli bahan montessori, bunda bisa baca buku ini sebagai bahan referensi lainnya bermain bersama buah hati.

Buku ini juga dilengkapi dengan bonus Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) yaitu sebuah instrumen yang digunaka untuk mengetahui perkembangan anak, apakah normal atau adanya keterlambatan.

Jadi ibu, tiap hari memikirkan masakan dan setumpuk kerjaan rumah tangga, sementara anak tidak mungkin kan kita diamkan? Atau kita hanya menyerah dengan memberikannya gadget? Hmm, itu pilihan setiap ibu. Namun alangkah lebih baiknya kita bisa memenuhi hak anak dengan menemani setiap tumbuh kembangnya, dengan memberikan permainan yang mengasah tumbuh kembangnya.

Sabtu, 10 Maret 2018

Emak Bekerja di Ranah Publik (Part 2)

Belajar di Institut Ibu Profesional semakin hari semakin meningkat. Bukan saja ilmunya yang meningkat tapi juga perenungan diri dan perencaan matang juga semakin meningkat makan waktunya. Tapi, tidak apa-apa yang penting pembenahan diri menjadi lebih baik. Sebenernya untuk mengerjakan Nice Home Work- nya alhamdulillah sudah terbayang. Ah, tapi merenungi materinya bisa sampai berhari-hari. Mojok sendiri di dalam gua terus.

Nice home work #7 ini juga sebenarnya sudah sangat terbayang apa yang akan dikerjakan. Tapi ternyata materinya lebih pas lagi nyentil banget ke diri ini. Membaca materinya pas banget setelah wawancara kerja di sebuah rumah sakit dan langsung dinyatakan diterima. Keinginan bekerja di ranah publik yang sudab lama, keinginan mengasah ilmu yang ingin ditekuni nyatanya tidak segampang itu setelah mempunyai anak. Selama ini suami dan keluarga selalu berkata "Coba   dulu, kalau keterima, ya baru dipikirin gimana-gimanany." Nyatanya tanpa persiapan matang, hanya mencoba, langsung diterima di sebuah rumah sakit besar. Kenyataannya ketika benar dibenturkan seperti itu, penyikapannya tidak segampang itu. Mulailah super galau anak sama siapa, walau sebelumnya sudah ada diskusi akan dititipkan di daycare atau cari pengasuh. Tapi kenyataannya tidak segampang itu, tidak semudah ucapannya. Termudah cari pengasuh karena pengasuh sudah stand by tidak perlu memikirkan siapa yang nganter dan jemput anak ke daycare , tidak bingung juga ketika harus dinas jaga malam. Tapi jika di pengasuh apakah nilai-nilai keilmuan dan segala macam ilmu parenting yang sudah aku terapkan ke anak, bisa diterapkan dengan baik oleh pengasuh. Mengingat beberapa materi parenting dimana bisa kita siasati dengan penyiapan kurikulum setiap harinya. Tapi apakah bisa sesuai keinginan saya? Kalau sesuai keinginan banget lebih baik ke daycare yang sudah dipercaya tapi nanti siapa yang antar jemput? Ini itu ternyata super bikin galau dan bingung.

Ibu lagi hanya berpesan "Jika itu memang baik untuk dunia dan akhiratmu, Maka Allah akan memudahkan urusanmu, urusan anak, suami." Membaca kembali materi minggu ini, membaca cerita-cerita teman ketika memilih bekerja. Rasanya makin galau. Rasanya terulang-ulang homework dari awal, apakah keilmuan yang ingin aku tekuni sudah benar. Sampai sekarang ini jujur masih PR diriku. Walaupun semua kelebihan, keinginan, kesukaan, keilmuan memang sesuai dengan hasil tes bakat, tapi anak gimana? Anakku adalah amanah yang Allah berikan, amanah yang aku berhari-hari berdoa untuk kehadirannya. Bagaimana aku akan pertanggung jawabkan amanah yang sudah Allah titipkan kepadaku?.

Tapi lagi, biarlah aku berikhtiar, dan berdoa, biar Allah saja yang memberikan keputusan terbaik.

| They plan, and Allah plans. Surely, Allah is the Best of Planners (QS 8:30) |

Kamis, 08 Maret 2018

Emak Bekerja di Ranah Publik (Part I)

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃
Sebuah percakapan kecil antara ibu-ibu muda,

Ibu A: "Harusnya mulai kerja ketika anak masih 2 bulan dulu, jadi dia sudah terbiasa ditinggal. Kalau udah umur 12 bulan gini sudah ngerti dan maunya nempel mulu sama ibunya."

Ibu B: "Ah, malah pas masih 2 bulan dulu berat ninggalinnya. Masih kecil. Masih harus ASI eksklusif. Enakan itu pas sudah selesai ASI eksklusif 6 bulan, udah mulai makan."

Ibu C: "Wah malah umur 6 bulan itu umur nanggung. Sudah mulai mengerti tapi belum mau ditinggal. Masih takut sama orang baru kalau harus ditinggal sama pengasuh atau daycare. Aku kira enakan umur 12 bulan ke atas jadi udah bisa disuruh mengerti dan sudah bisa."

Ibu A: "Engaa.. Malahan karena udah ngerti jadinya susah ditinggal ibunya."

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Sejatinya tidak ada waktu yang benar tepat ketika seorang ibu mulai kembali bekerja di ranah publik.

Ketika sudah memiliki anak rasanya sama. Mau mulai ketika anak usia 2 bulan, 6 bulan, 12 bulan, dan seterusnya. Rasa seorang ibu ketika pergi bekerja di ranah publik, rasanya sama. Rasa haru biru meninggalkan anak. Rasanya begitu berat meninggalkannya namun karya dan pengabdianmu ditunggu dan dibutuhkan banyak orang.

Ah. Memang pembahasan ibu bekerja di ranah publik atau domestik itu sangat panjang dan sangat tak mudah.

Minggu, 04 Maret 2018

Ibu Manajer Keluarga

Belajar di Institut Ibu Profesional membuat Aku selalu merefresh niatku, meluruskan tujuan hidupku. Dan selalu saja, Aku tersentil dengan pelajaran-pelajarannya. Ketika Aku membaca motivasi bekerja ibu sempat Aku harus masuk ke gua berhari-hari, merenung, berpikir ulang.

Aku merenungi kembali pekerjaanku di nice home work #1 sampai #6 . Apakah Aku bekerja, menjadi Dokter, adalah sebuah pelarianku karena ketidamampuan diriku menjadi ibu di keluargaku, di ranah domestikku?. Berhari-hari, Aku tidak membuka handphone, tidak ber media sosial. Setelah membaca materi minggu ini, Aku hanya memaksimalkan diri menjadi manajer keluargaku sembari meluruskan niatku, menemukan jawaban diriku.

Alhamdulillah walau belum menemukan titik terang, masih ragu dan bingung, namun Aku bisa meluruskan tujuanku. Aku bekerja sebagai dokter bukan untuk pelarianku, Aku menjadi dokter untuk keluargaku, untuk Ibuku. Ketika Aku memilih menjadi dokter, aku tidak hanya sudah selesai namun juga sudah selesai dengan maksimal untuk keluargaku, ranah domestikku. Walau titik terang yang Aku temukan baru sampai disitu. Tapi Aku sangat bersyukur.

Rabu, 14 Februari 2018

Suntikan Semangat dan Niat #JumatKulwapODOP

Aku mengikuti group one Day one post (ODOP) awalnya ingin membiasakan kembali curhat lewat tulisan apalagi sejak punya anak. Cuma benar-benar pengen bisa tetap waras jadi ibu. Tiap minggu mencoba mencicil menulis sedikit demi sedikit, yang awalnya berat jadi asyik, yang awalnya cuma curhat malah jadi bisa menemukan hikmah dari setiap kejadian yang dialami. Bergabung di group ini akhirnya jadi hal yang 'nagih' buat aku konsisten menulis, jadi saranaku buat menulis lebih baik lagi, jadi wadahku buat niat nulis bukan cuma curhat tapi bisa berbagi informasi dan pengalaman.

Ketika akhirnya bergabung di group whatsapp nyatanya group ini bukan cuma bikin 'nagih' tapi jadi 'candu' ke diri saya agar lebih baik lagi, karena selain belajar konsisten menulis, aku belajar juga konsisten membaca di thread rabu baca buku.

Tapi kali ini rasanya ada sentilan keras pas ikut jumat kulwap minggu ini oleh Mba Monik. Teringat kembali impian untuk sekolah lagi, impian yang hampir berdebu tak pernah terlintas di fikiran ketika sudah memiliki anak. Jujur memang belum pernah baca bukunya mba monik, Groningen Mom's Journal, namun merasakan sebuah semangat perjuangan untuk sekolah lagi sebagai seorang ibu, perjuangan seorang ibu untuk berbagi kisah dan pengalamannya, perjuangan seorang ibu menuliskan ceritanya kemudian membukukannya, sebuah perjuangan memenej waktu, berbagi peran sebagai penulis yang ingin berbagi, ibu, istri, dan siswa.

Ada sebuah pelajaran yang aku ambil yaitu tentang keinginan berbagi, berdakwah dengan media apapun, tentang tujuan menulis dan membukukan tulisannya.
Insyaallah jika niat kita baik, niat kita lurus, Allah yang akan memudahkan jalannya. Baik dalam menulis, menerbitkan buku, dan bersekolah lagi. Terimakasih Mba Monik suntikan semangat, bekas suntikannya terasa banget. 💓💓

| Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh, Umar bin Al-Khathab radhiyallahu 'anhu, ia berkata : “Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya..................... |

#JumatKulwapODOP

Minggu, 06 Mei 2018

Untuk putra pertamaku, aid kecil

Kita bukan hanya pasangan tapi kini adalah orang tua
Tapi seringkali kita lupa akan makna dari titel orang tua yang kita emang
Ah, bukan kita tapi aku.
Kita masih bepergian seakan hanya berdua padahal kini kita bertiga.
Serasa masih berdua, seringkali diriku lalai menyiapkan pembekalan untuk kehadiran personil anggota keluarga kita.
Padahal bekal yang paling banyak adalah bekal untuk anggota baru kita ini, karena ia masih begitu sangat kecil.

Kitalah orang tua yang menyiapkan bekal terbaik untuk mereka.
Bentuk bekal bukan hanya untuk masa depan di dunia tapi juga bekal untuk akhiratnya.

Aku sering lupa menyiapkan pakaian ganti yang cukup untuknya, pelindung yang tebal untuknya, makanan yang bergizi untuknya..
Seringkali aku alpa, asal beli, asal kasih.
Ah terlebih lagi, tersering tujuan aku bukan karena Allah memberikan yang terbaik untuk anakku. Hanya untuk pujian manusia. Ah, betapa aku masih lemah sbg orang tua yang baik untukmu nak.

Untuk putra pertamaku di usiamu yang ke 9 bulan 7 hari.
Maafkan belum bisa jadi ibu yang baik untukmu.

Kamis, 22 Maret 2018

Smart Parents: Menyayangi Anak Sepenuh Hati

Penulis: Ida Nur Laila
Penerbit: Era Adicitra Intermedia
Tahun: 2016
Halaman: 188

Setiap orang tua ketika ditanya, sayangkah mereka kepada anaknya? Pasti semua akan menjawab sangat sayang. Namun, kenyataannya banyak orang tua yang salah mewujudkan bentuk kasih sayangnya kepada anak.

Bertanya-tanyalah kita dalam hati, apakah kita termasuk orang tua yang salah mewujudkan bentuk kasih sayang kita ke anak?

Di awal buku ini, kita diminta membayangkan jika kita berada di dunia raksasa atau memposisikan diri berjongkok diantara orang-orang yang sedang bejalan, bagaimana rasanya? Apa yang bisa kita lihat? Hanya punggung, perut atau bahkan hanya kaki yang terlihat. Bagaimana jika raksasa-raksasa itu tiba-tiba marah, menyeringai, membentak-bentak, membawa tongkat atau sapu?

Ya, tanpa sadar ketika diposisi orang tua, kita pernah melakukannya. Ketika anak di pagi hari tidak segera bangun, dimarahi. Setelah itu tidak segera shalat subuh, dimarahi. Tidak segera mandi atau mandi terlalu lama, dimarahi. Tidak mau menghabiskan sarapan, dimarahi. Lupa bikin PR, atau kaos kakinya cuma ketemu sebelah, dimarahi juga. Itu sudah lima kali memarahi baru di pagi hari. Apalagi ketika anak memecahkan atau merusak suatu barang kesayangan kita, tanpa sadar meledak amarah kita.

Ketika kesadaran hadir, kecerdasan apapun, intelektual, emosional, atau spritual, juga pasti hadir. Namun, ketika kita berada dalam posisi lelah, dalam kondisi banyak pikiran, banyak tekanan, seringkali membuat seseorang kehilangan kesadaran atau juga kehilangan kendali atas dirinya.
Dikutip dari buku ini mengenai upaya untuk tidak menjadi orang tua yang emosional, seorang teman berkomentar,
"Kalau pas inget, saya bisa menahan marah. Kalau pas nggak inget, ya marah lagi..."
Padahal sepertinya lebih banyak saat tidak ingat.

👪👪👪👪👪👪👪👪👪👪👪👪👪👪👪👪👪👪👪

Dikutip dari buku ini, beberapa prinsip dalam menyayangi anak:

1. Bunda, Sayangi Aku Apa Adanya.
Rahasia membentuk keutuhan pribadi seorang anak adalah 'penerimaan'. Orang tua harus menerima dan menyayangi anak tanpa memandang jenis kelamin dan wujud fisik sang anak.

2. Sajikan yang Terbaik
Ketika hendak bertemu orang penting, apa yang kita persiapkan untuk menemuinya? Jika kita menghadapi saat penting seperti presentasi bisnis, promosi jabatan, dan lain-lain, tentu kita menyiapkan terbaik dari diri kita.
Maka jadikanlah anak adalah hal terpenting dalam hidup. Tidak hanya sebatas materi.

3. Temani ia Bertumbuh dan Berkembang
Tumbuh dan berkembangnya membutuhkan urusan materi, ruhani, dan akal.
Contoh ketika kita menyiapkan makan, berdzikir dan berdoalah kita dengan penuh kegembiraan, cinta, dan pengharapan. Semoga Allah berkenan melunakkan hati anak kita untuk menyantap makanannya, dan menjadikan makanan tersebut makanan yang barakah untuk kesehatan dan amalannya.

👪👪👪👪👪👪👪👪👪👪👪👪👪👪👪👪👪👪👪

Lalu bagaimana caranya merealisasikan kasih sayang pada anak dengan bentuk yang menyenangkan? Karena tidak setiap orang tua dapat melakukannya begitu saja.

1. Anakku, Aku Temanmu!
Rasulullah mengatakan, "Barang siapa yang mempunyai anak, hendaklah ia bermain secara anak-anak dengannya."

2. Anak Belajar dari Sekolah Kehidupan
Anak belajar dari kehidupan sekitarnya, utamanya orang terdekatnya. Ada sifat imitatif (suka meniru) pada anak-anak yang bisa menjadi hal positif untuk mengembangkan keterampilannya.
"Ketika kita mengaku mencintai anak, jadikan suasana belajar bukan episode horor. Jadikan ia menjadi saat yang ditunggu-tunggu".

3. Belai Aku Bunda!
Sempatkan untuk menyentuh dan membelai anak setiap hari.

4. Berikan Arahan dan Nasihat.

5. Lakukan Dialog Hati.

6. Berikan selalu kata-kata terbaik

7. Menjadi teladan dan contoh yang baik

8. Berikan Hukuman Sayang
Di buku ini juga dibahas mengenai hukuman berbentuk kasih sayang. Kita seringkali mendengar hukuman malah menjadi trauma untuk anak. Jadi gimana baiknya memberi hukuman kepada anak?. Orang tua harus paham prinsip menghukum anak adalah sarana pendidikan bukan luapan kemarahan orang tua. Selain itu dijelaskan juga prinsip penting dalam pemberian hukuman pada anak, yaitu:
A. Menghukum sesuai tahapan usia anak
B. Menghukum sesuai bobot kesalahan
C. Tidak menghukum karena kesalahan anak lain
D. Aturan hukuman diterangkan pada anak
E. Menghukum tidak di depan orang lain

Minggu, 18 Maret 2018

Review Buku Rumah Main Anak

Judul Buku: Rumah Main Anak
Penulis : Julia Sarah Rangkuti
Tebal : 333 halaman

Dikutip dari Buku Rumah Main Anak, Ignacio Estrada mengatakan:

“If a child can’t learn the way we teach, maybe we shoud teach the way they learn“

Dan bagaimana cara anak-anak belajar? Ya, dengan bermain:)!

Ketika menjadi seorang ibu adalah sebuah fase hidup yang sangat berbeda, di fase kita sebagai ibu harus beradaptasi untuk diri sendiri namun kita harus segera berbuat untuk anak. Buku ini sangat membantu untuk para ibu menemani buah hatinya dalam setiap tahap perkembangannya karena dalam buku ini selain membahas ide-ide bermain bersama anak yang tentunya sebagai sarana stimulasi tumbuh kembang anak, terdapat juga tahapan perkembangan normal anak dari 0 bulan sampai 2 tahun.

Dalam setiap awal bab dibahas mengenai perkembangan normal tiap anak per 3 bulan, kemudian membahas permainan apa saja yang sudah dapat dilakukan oleh anak. Ide-ide permainannya sangat mudah diterapkan. Untuk bahan-bahan permainan merupakan bahan yang sudah tersedia di rumah, dan jikalau harus beli merupakan bahan yang mudah didapatkan. Cocok buat ibu-ibu yang ingin mencari ide kreatif bermain bersama anak namun ga pakai repot dan ga pakai mahal. Jika kita sudah membaca buku-buku montessori lainnya, jujur, beberapa bahan dasarnya membuat seorang ibu harus nambah daftar belanjaan dengan harga yang lumayan. Namun, jika belum kesampaian beli bahan montessori, bunda bisa baca buku ini sebagai bahan referensi lainnya bermain bersama buah hati.

Buku ini juga dilengkapi dengan bonus Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) yaitu sebuah instrumen yang digunaka untuk mengetahui perkembangan anak, apakah normal atau adanya keterlambatan.

Jadi ibu, tiap hari memikirkan masakan dan setumpuk kerjaan rumah tangga, sementara anak tidak mungkin kan kita diamkan? Atau kita hanya menyerah dengan memberikannya gadget? Hmm, itu pilihan setiap ibu. Namun alangkah lebih baiknya kita bisa memenuhi hak anak dengan menemani setiap tumbuh kembangnya, dengan memberikan permainan yang mengasah tumbuh kembangnya.

Sabtu, 10 Maret 2018

Emak Bekerja di Ranah Publik (Part 2)

Belajar di Institut Ibu Profesional semakin hari semakin meningkat. Bukan saja ilmunya yang meningkat tapi juga perenungan diri dan perencaan matang juga semakin meningkat makan waktunya. Tapi, tidak apa-apa yang penting pembenahan diri menjadi lebih baik. Sebenernya untuk mengerjakan Nice Home Work- nya alhamdulillah sudah terbayang. Ah, tapi merenungi materinya bisa sampai berhari-hari. Mojok sendiri di dalam gua terus.

Nice home work #7 ini juga sebenarnya sudah sangat terbayang apa yang akan dikerjakan. Tapi ternyata materinya lebih pas lagi nyentil banget ke diri ini. Membaca materinya pas banget setelah wawancara kerja di sebuah rumah sakit dan langsung dinyatakan diterima. Keinginan bekerja di ranah publik yang sudab lama, keinginan mengasah ilmu yang ingin ditekuni nyatanya tidak segampang itu setelah mempunyai anak. Selama ini suami dan keluarga selalu berkata "Coba   dulu, kalau keterima, ya baru dipikirin gimana-gimanany." Nyatanya tanpa persiapan matang, hanya mencoba, langsung diterima di sebuah rumah sakit besar. Kenyataannya ketika benar dibenturkan seperti itu, penyikapannya tidak segampang itu. Mulailah super galau anak sama siapa, walau sebelumnya sudah ada diskusi akan dititipkan di daycare atau cari pengasuh. Tapi kenyataannya tidak segampang itu, tidak semudah ucapannya. Termudah cari pengasuh karena pengasuh sudah stand by tidak perlu memikirkan siapa yang nganter dan jemput anak ke daycare , tidak bingung juga ketika harus dinas jaga malam. Tapi jika di pengasuh apakah nilai-nilai keilmuan dan segala macam ilmu parenting yang sudah aku terapkan ke anak, bisa diterapkan dengan baik oleh pengasuh. Mengingat beberapa materi parenting dimana bisa kita siasati dengan penyiapan kurikulum setiap harinya. Tapi apakah bisa sesuai keinginan saya? Kalau sesuai keinginan banget lebih baik ke daycare yang sudah dipercaya tapi nanti siapa yang antar jemput? Ini itu ternyata super bikin galau dan bingung.

Ibu lagi hanya berpesan "Jika itu memang baik untuk dunia dan akhiratmu, Maka Allah akan memudahkan urusanmu, urusan anak, suami." Membaca kembali materi minggu ini, membaca cerita-cerita teman ketika memilih bekerja. Rasanya makin galau. Rasanya terulang-ulang homework dari awal, apakah keilmuan yang ingin aku tekuni sudah benar. Sampai sekarang ini jujur masih PR diriku. Walaupun semua kelebihan, keinginan, kesukaan, keilmuan memang sesuai dengan hasil tes bakat, tapi anak gimana? Anakku adalah amanah yang Allah berikan, amanah yang aku berhari-hari berdoa untuk kehadirannya. Bagaimana aku akan pertanggung jawabkan amanah yang sudah Allah titipkan kepadaku?.

Tapi lagi, biarlah aku berikhtiar, dan berdoa, biar Allah saja yang memberikan keputusan terbaik.

| They plan, and Allah plans. Surely, Allah is the Best of Planners (QS 8:30) |

Kamis, 08 Maret 2018

Emak Bekerja di Ranah Publik (Part I)

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃
Sebuah percakapan kecil antara ibu-ibu muda,

Ibu A: "Harusnya mulai kerja ketika anak masih 2 bulan dulu, jadi dia sudah terbiasa ditinggal. Kalau udah umur 12 bulan gini sudah ngerti dan maunya nempel mulu sama ibunya."

Ibu B: "Ah, malah pas masih 2 bulan dulu berat ninggalinnya. Masih kecil. Masih harus ASI eksklusif. Enakan itu pas sudah selesai ASI eksklusif 6 bulan, udah mulai makan."

Ibu C: "Wah malah umur 6 bulan itu umur nanggung. Sudah mulai mengerti tapi belum mau ditinggal. Masih takut sama orang baru kalau harus ditinggal sama pengasuh atau daycare. Aku kira enakan umur 12 bulan ke atas jadi udah bisa disuruh mengerti dan sudah bisa."

Ibu A: "Engaa.. Malahan karena udah ngerti jadinya susah ditinggal ibunya."

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Sejatinya tidak ada waktu yang benar tepat ketika seorang ibu mulai kembali bekerja di ranah publik.

Ketika sudah memiliki anak rasanya sama. Mau mulai ketika anak usia 2 bulan, 6 bulan, 12 bulan, dan seterusnya. Rasa seorang ibu ketika pergi bekerja di ranah publik, rasanya sama. Rasa haru biru meninggalkan anak. Rasanya begitu berat meninggalkannya namun karya dan pengabdianmu ditunggu dan dibutuhkan banyak orang.

Ah. Memang pembahasan ibu bekerja di ranah publik atau domestik itu sangat panjang dan sangat tak mudah.

Minggu, 04 Maret 2018

Ibu Manajer Keluarga

Belajar di Institut Ibu Profesional membuat Aku selalu merefresh niatku, meluruskan tujuan hidupku. Dan selalu saja, Aku tersentil dengan pelajaran-pelajarannya. Ketika Aku membaca motivasi bekerja ibu sempat Aku harus masuk ke gua berhari-hari, merenung, berpikir ulang.

Aku merenungi kembali pekerjaanku di nice home work #1 sampai #6 . Apakah Aku bekerja, menjadi Dokter, adalah sebuah pelarianku karena ketidamampuan diriku menjadi ibu di keluargaku, di ranah domestikku?. Berhari-hari, Aku tidak membuka handphone, tidak ber media sosial. Setelah membaca materi minggu ini, Aku hanya memaksimalkan diri menjadi manajer keluargaku sembari meluruskan niatku, menemukan jawaban diriku.

Alhamdulillah walau belum menemukan titik terang, masih ragu dan bingung, namun Aku bisa meluruskan tujuanku. Aku bekerja sebagai dokter bukan untuk pelarianku, Aku menjadi dokter untuk keluargaku, untuk Ibuku. Ketika Aku memilih menjadi dokter, aku tidak hanya sudah selesai namun juga sudah selesai dengan maksimal untuk keluargaku, ranah domestikku. Walau titik terang yang Aku temukan baru sampai disitu. Tapi Aku sangat bersyukur.

Rabu, 14 Februari 2018

Suntikan Semangat dan Niat #JumatKulwapODOP

Aku mengikuti group one Day one post (ODOP) awalnya ingin membiasakan kembali curhat lewat tulisan apalagi sejak punya anak. Cuma benar-benar pengen bisa tetap waras jadi ibu. Tiap minggu mencoba mencicil menulis sedikit demi sedikit, yang awalnya berat jadi asyik, yang awalnya cuma curhat malah jadi bisa menemukan hikmah dari setiap kejadian yang dialami. Bergabung di group ini akhirnya jadi hal yang 'nagih' buat aku konsisten menulis, jadi saranaku buat menulis lebih baik lagi, jadi wadahku buat niat nulis bukan cuma curhat tapi bisa berbagi informasi dan pengalaman.

Ketika akhirnya bergabung di group whatsapp nyatanya group ini bukan cuma bikin 'nagih' tapi jadi 'candu' ke diri saya agar lebih baik lagi, karena selain belajar konsisten menulis, aku belajar juga konsisten membaca di thread rabu baca buku.

Tapi kali ini rasanya ada sentilan keras pas ikut jumat kulwap minggu ini oleh Mba Monik. Teringat kembali impian untuk sekolah lagi, impian yang hampir berdebu tak pernah terlintas di fikiran ketika sudah memiliki anak. Jujur memang belum pernah baca bukunya mba monik, Groningen Mom's Journal, namun merasakan sebuah semangat perjuangan untuk sekolah lagi sebagai seorang ibu, perjuangan seorang ibu untuk berbagi kisah dan pengalamannya, perjuangan seorang ibu menuliskan ceritanya kemudian membukukannya, sebuah perjuangan memenej waktu, berbagi peran sebagai penulis yang ingin berbagi, ibu, istri, dan siswa.

Ada sebuah pelajaran yang aku ambil yaitu tentang keinginan berbagi, berdakwah dengan media apapun, tentang tujuan menulis dan membukukan tulisannya.
Insyaallah jika niat kita baik, niat kita lurus, Allah yang akan memudahkan jalannya. Baik dalam menulis, menerbitkan buku, dan bersekolah lagi. Terimakasih Mba Monik suntikan semangat, bekas suntikannya terasa banget. 💓💓

| Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh, Umar bin Al-Khathab radhiyallahu 'anhu, ia berkata : “Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya..................... |

#JumatKulwapODOP