Jumat, 09 Februari 2018

Bakat dan surat cinta

Minggu ini kembali mendapat PR yang mengejutkan dari kelas matrikulasi IIP.  Senang rasanya karena ditiap minggu pr tersebut membuat kita lebih mendalami diri kita, pasangan kita, dan keluarga kita. Dan PR tersebut kembali meluruskan tujuan hidupku, visi misi keluargaku, seperti PR minggu ini.

Diawali dengan membuat surat cinta untuk suami. Naah pas banget hari itu kita lagi berantem anak kecil (😅😌).   Rasanya buat bikin surat cinta itu lagi ogah banget (padahal kesehariannya istrinya suka usil ngegombal). Tapi PR kali ini rasanya berat banget karena lagi diem-dieman. Berkali-kali ngulang isi percakapan group matrikulasi biar menyadarkan diri, agar ego diri bisa menguap. Akhirnya sadar juga sepertinya kami sudah terlalu sibuk dengan pekerjaan kami, dengan target dan pencapaian hidup kami, yang sangat 'dunia'. Apalagi kami yang orang tua baru butuh waktu banyak belajar membesarkan anak kami. Aku tersadar kembali, ah, kami lebih tepatnya aku sebagian ibu dan istri sudah terlalu lupa visi misi awal keluarga kami.

Kemudian aku mencoba membuat nice Homewark itu. Pas suami pulang kerja, aku selipkan di handphone nya. Suami cuma menanggapi "ini apaan say kamu selipin di hp aku?", "baca saja" jawabku (ceritanya masih sisa ngambek kemarin 😅🙈). Besok paginya lantaran kita lagi fokus dengan 'kita mau apa, mau kerja seperti apa (salah satu pencetus bertengkar kemarin), akhirnya nyuruh suami ngisi temubakat.com abis ngisi itu, kita diskusi sama-sama. Walaupun udah bisa duga bakat terbesar suami. Kita berlanjut diskusi berdasarkan tes, mencoba mereview surat kemarin ke pak suami (karena berhubung isi suratnya ada tentang kelebihan bakat suami sampai kita dipersatukan dalam sebuah keluarga), visi misi keluarga kita yang mulai berdebu terlupa.

Pagi ini kami berdiskusi tentang potensi kami, diskusi hasil dari temubakat.com dengan baiknya bekerja di ranah seperti apa, Diskusi visi misi kami yang tak segampang itu nyatanya setelah beneran punya anak (😅). Bakat suami terbesar itu di networking sementara saya pada melayani dan memberi, sesuai banget sama profesi yang kami jalani alhamdulillah. Ah tapi terlepas dari kesesuaian bakat dengan profesi kehidupan di dunia kami, ada yang lebih dalam maknanya. Kebersamaan kami dalam ikatan, mitsaqaan ghaliza. Terlepas dari kekurangan dan kelebihan yang ada didiri kami, kebersamaan kami seperti prinsip kerja enzim dan substratnya, key and lock, cocok-pas-lengkap, dan hasil keterikatan itu bermanfaat  untuk seluruh tubuh. Kebersamaan kami membuat kami bisa saling berbagi ilmu ketika diantara kami ada yang belum tahu, pengingat kebaikan diantara kami, sarana belajar kami menjadi pribadi lebih baik lagi, wadah kesyukuran kami.

Kami dikarunia seorang anak laki-laki yang baru lewat 6 bulan setelah setengah tahun lebih kami menanti. Penantian menunggu anak ternyata masih juga rasa sabar diri ini ketika menghadapinya. Kehadiran anak kami, membuat kami belajar banyak hal, sebagai pribadi dan sebagai orang tua. Terutama pelajaran besar untuk diriku agar bisa semakin luas sabar dan syukurnya. Kehadiran anak pun membuat kita semakin memuliakan orang tua kita, karena realitanya pasti penuh perjuangan orang tua kami membesarkan kami. Hal terbesar yang aku perhatikan sebagai ibu adalah ketertarikan yang luar biasa anakku terhadap buku, mau buku pelajaran, novel, Al-Qur’an (belum melihat ketertarikan yang lebih besar selain ini), karena di kedua keluarga besar aku dan suami, keduanya sangat suka baca buku.

Alhamdulillah aku berada di lingkungan berislam sangat baik, kedua keluarga yang cukup kental keislamannya, lingkungan yang sudah terkondisikan dengan islam yang cukup kuat, sehingga kami sekeluarga sangat bisa berislam dengan baik, mencari ilmu agama dengan mudah.

Sebuah kesyukuran tak terhingga dapat bersama suami, anak, dan keluarga serta lingkungan berislam yang sangat bagus, sehingga aku bisa tetap berada di kereta kebaikan, berlomba menambah ketaatan teruntuk Rabbku, Yang Maha Pencipta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jumat, 09 Februari 2018

Bakat dan surat cinta

Minggu ini kembali mendapat PR yang mengejutkan dari kelas matrikulasi IIP.  Senang rasanya karena ditiap minggu pr tersebut membuat kita lebih mendalami diri kita, pasangan kita, dan keluarga kita. Dan PR tersebut kembali meluruskan tujuan hidupku, visi misi keluargaku, seperti PR minggu ini.

Diawali dengan membuat surat cinta untuk suami. Naah pas banget hari itu kita lagi berantem anak kecil (😅😌).   Rasanya buat bikin surat cinta itu lagi ogah banget (padahal kesehariannya istrinya suka usil ngegombal). Tapi PR kali ini rasanya berat banget karena lagi diem-dieman. Berkali-kali ngulang isi percakapan group matrikulasi biar menyadarkan diri, agar ego diri bisa menguap. Akhirnya sadar juga sepertinya kami sudah terlalu sibuk dengan pekerjaan kami, dengan target dan pencapaian hidup kami, yang sangat 'dunia'. Apalagi kami yang orang tua baru butuh waktu banyak belajar membesarkan anak kami. Aku tersadar kembali, ah, kami lebih tepatnya aku sebagian ibu dan istri sudah terlalu lupa visi misi awal keluarga kami.

Kemudian aku mencoba membuat nice Homewark itu. Pas suami pulang kerja, aku selipkan di handphone nya. Suami cuma menanggapi "ini apaan say kamu selipin di hp aku?", "baca saja" jawabku (ceritanya masih sisa ngambek kemarin 😅🙈). Besok paginya lantaran kita lagi fokus dengan 'kita mau apa, mau kerja seperti apa (salah satu pencetus bertengkar kemarin), akhirnya nyuruh suami ngisi temubakat.com abis ngisi itu, kita diskusi sama-sama. Walaupun udah bisa duga bakat terbesar suami. Kita berlanjut diskusi berdasarkan tes, mencoba mereview surat kemarin ke pak suami (karena berhubung isi suratnya ada tentang kelebihan bakat suami sampai kita dipersatukan dalam sebuah keluarga), visi misi keluarga kita yang mulai berdebu terlupa.

Pagi ini kami berdiskusi tentang potensi kami, diskusi hasil dari temubakat.com dengan baiknya bekerja di ranah seperti apa, Diskusi visi misi kami yang tak segampang itu nyatanya setelah beneran punya anak (😅). Bakat suami terbesar itu di networking sementara saya pada melayani dan memberi, sesuai banget sama profesi yang kami jalani alhamdulillah. Ah tapi terlepas dari kesesuaian bakat dengan profesi kehidupan di dunia kami, ada yang lebih dalam maknanya. Kebersamaan kami dalam ikatan, mitsaqaan ghaliza. Terlepas dari kekurangan dan kelebihan yang ada didiri kami, kebersamaan kami seperti prinsip kerja enzim dan substratnya, key and lock, cocok-pas-lengkap, dan hasil keterikatan itu bermanfaat  untuk seluruh tubuh. Kebersamaan kami membuat kami bisa saling berbagi ilmu ketika diantara kami ada yang belum tahu, pengingat kebaikan diantara kami, sarana belajar kami menjadi pribadi lebih baik lagi, wadah kesyukuran kami.

Kami dikarunia seorang anak laki-laki yang baru lewat 6 bulan setelah setengah tahun lebih kami menanti. Penantian menunggu anak ternyata masih juga rasa sabar diri ini ketika menghadapinya. Kehadiran anak kami, membuat kami belajar banyak hal, sebagai pribadi dan sebagai orang tua. Terutama pelajaran besar untuk diriku agar bisa semakin luas sabar dan syukurnya. Kehadiran anak pun membuat kita semakin memuliakan orang tua kita, karena realitanya pasti penuh perjuangan orang tua kami membesarkan kami. Hal terbesar yang aku perhatikan sebagai ibu adalah ketertarikan yang luar biasa anakku terhadap buku, mau buku pelajaran, novel, Al-Qur’an (belum melihat ketertarikan yang lebih besar selain ini), karena di kedua keluarga besar aku dan suami, keduanya sangat suka baca buku.

Alhamdulillah aku berada di lingkungan berislam sangat baik, kedua keluarga yang cukup kental keislamannya, lingkungan yang sudah terkondisikan dengan islam yang cukup kuat, sehingga kami sekeluarga sangat bisa berislam dengan baik, mencari ilmu agama dengan mudah.

Sebuah kesyukuran tak terhingga dapat bersama suami, anak, dan keluarga serta lingkungan berislam yang sangat bagus, sehingga aku bisa tetap berada di kereta kebaikan, berlomba menambah ketaatan teruntuk Rabbku, Yang Maha Pencipta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar